Rabu, 29 Juli 2015

Tahun Ajaran Baru, Semangat Baru


“Seneng banget mbak…ini di suruh buat mos mbak”
Balasan pesan yang kutunggu-tunggu sedari pagi akhirnya datang juga. Aku membaca pesan tersebut dengan senyum merekah. Ada secercah harapan untuk ia kembali semangat bersekolah batinku. Itu adalah balasan dari Firda anak dampingan sanggar yang memasuki ajaran baru di bangku SMP. 

Mungkin hal biasa melihat anak memasuki ajaran baru tapi bagiku kasus Firda beda. Sehari sebelumnya Firda yang oleh Jon & Andi selaku kakak sanggar harus menjemput dia di acara nikahan saudaranya di Jombang. Karena kalau ga dijemput dia akan balik Surabaya hari Senin bersama keluarganya. Padahal Senin adalah hari pertama dia harus masuk sekolah apalagi banyak persyaratan sekolah yang belum ia tuntaskan. 

Seperti beberapa waktu lalu sebelum UNAS, si Firda bolos sudah lumayan lama dan dia takut kembali ke sekolah karena ia kira sudah dikeluarkan. Akhirnya beberapa kakak sanggar mendatangi sekolahannya untuk menanyakan statusnya. Puji Tuhan ternyata Firda masih diberi kesempatan untuk kembali bersekolah dan mengikuti UNAS. 

Firda bungsu dari 2 bersaudara. Ia tinggal dengan neneknya yang berprofesi sebagai tukang kebun disebuah RS. Orang tuanya sudah bercerai. Sang bapak jarang sekali memperhatikan kebutuhan Firda sedangkan sang Ibu yang berprofesi membantu memasak disebuah warung juga kesusahan untuk membiayai sekolahnya. Jadi bisa dikatakan Firda kehilangan perhatian dari kedua orang tuanya. Apalagi lingkungan tempat Firda tinggal, banyak teman-temannya putus sekolah. Sehingga membuat firda kurang bersemangat dalam sekolah. 

Dengan kondisi yang seperti itulah ga hanya sekedar materi yang dibutuhkan tetapi kami harus memompa semangatnya agar tetap niat bersekolah. Tadi pagi Mas Heru, kakak sanggar info saya apa bisa kontak dengan Firda karena dari tadi pagi ga bisa dihubungi. Mas Heru mencoba membangunkan Firda dan mengantarnya ke sekolah. Karena ga bisa dihubungi itulah ia langsung beranjak kerumah Firda, bayanganku dia masih tidur karena terbiasa bangun siang selama sebulan liburan. Ternyata kata orang sekitar rumahnya Firda sudah berangkat sekolah. Setelah di cek ke Sekolah ahhh syukurlah dia bisa lebih pagi dari kakak2 sanggar untuk tiba disekolah. 

Semoga niatnya bersekolah tak padam lagi dan semoga semangat kami para pendamping terus berpijar agar tetap setia memberi cahaya kepada Firda dan anak-anak lain yang kurang mendapat perhatian.

Rabu, 25 Februari 2015

Ujianmu nak...

Sore itu cerah, kuparkir motorku disamping sanggar dan kulihat banyak anak sudah berkumpul. Di teras sanggar beberapa anak usia TK-SD kelas 3 bergerombol dengan salah satu pendamping. Aku masuk dan ikut nimbrung dengan anak yang lebih dewasa sekitar SD kelas 4 keatas. Ada yang asik makan rambutan dan sepasang sedang bermain catur. Aku mengikuti jalannya permainan catur itu sampai seorang bocah curhat kepadaku masalah sekolahnya aku tak menyadarinya. Si bocah itu menepuk pahaku, “ mbak rungokno aku ta”.  Aku pun terkejut. Dalam hati aku tadi melamun atau asik mengikuti permainan catur ya. Hari-hari ini otakku serasa ruwet full sampai2 bocah itu curhat soal sekolahnya  aku hampir tak bisa memberinya solusi,motivasi ataupun nasehat. Yang bisa kulakukan hanya mendengarkan dengan seksama. Walaupun hanya didengar, dari raut wajahnya Nampak sumringah lega bisa ngeluarin uneg-unegnya.

Kegiatan pun beralih ke latihan persiapan pentas. Sebagian anak yang telah dipilih untuk tampil dipentas langsung mengambil posisi masing-masing. Sedangkan aku beranjak ke teras untuk mendampingi anak-anak yang sedang menggambar. Sesekali aku memperhatikan anak-anak yang sedang latihan. Celometan dan tingkah mereka bebas banget dan kocak,membuat orang yang nonton senyum2 kadang tertawa geli. Sampai-sampai pendamping yang sedang melatih kewalahan untuk mengajak konsentrasi. Yah tapi itulah anak-anak.

Entah awalnya bagaimana tiba-tiba kami pendamping sedang membahas salah satu anak. Anak itu lincah dan menyenangkan. Tapi ternyata dibalik semua itu ada kisah yang memilukan. Ia habis dihajar oleh ayahnya lalu ketempat ibunya berharap mendapat perlindungan ternyata malah dihajar pula. Akhirnya ia kabur dari rumah dan diberi tumpangan oleh pemilik warnet. Seusai anak-anak pulang dan sanggar mulai sepi tiba-tiba mendengar kabar bahwa ibu anak tersebut meninggal. Hmm barusan aja dibahas kasusnya eh sekarang nambah lagi ujian anak itu.

Kami para pendamping menyusul kerumah duka. Anak itu menangis sejadi-jadinya. Air mataku pun hampir tumpah. Beberapa menit yang lalu anak itu tertawa terbahak-bahak dengan teman disanggar, pulang-pulang mendengar kabar ibunya telah tiada. Tak sempat ia berdamai dengan ibunya sekarang melihat tubuh terbujur kaku tepat 8 hari lagi dia genap berusia 11 tahun.


Jika aku melihat dengan kacamataku, begitu banyak ujian yang ia hadapi diusianya yang sangat dini. Hidup pisah dari orang tua, sekarang malah kehilangan salah satu ortunya. Dulu ketika usiaku sebelas tahun adalah masa-masa yang menyenangkan. Masa dimana aku dapat bermanja dan bersenda gurau dengan ortuku. Dengan menoleh ke kehidupan anak itu membuatku bersyukur atas ujianku sekarang. Berhari-hari merenungi ujian ga ada gunanya, memang sudah saatnya beranjak dan menjalaninya. Semoga anak itu selalu dapat bertahan di tiap lika liku kehidupan dan dapat mengejar mimpi-mimpinya.