Bingung memilih… Yup itulah yang kurasakan saat harpitnas di pertengahan January 2014. Bingung memilih ke arah mana kakiku melangkah untuk melepas penat alias dolan a.k.a mbolang Ada beberapa tawaran dari teman-teman yang menarik dan ingin ku ikuti semua seperti wisata ke Gunung Kelud, mendaki Gunung Penanggungan dan ke Salatiga. Tapi raga ini hanya satu jadi aku harus memilih dengan berbagai pertimbangan, kesehatan dan yang paling utama perijinan ortu akhirnya pilihanku jatuh pada Salatiga.
Walaupun sudah memilih tak mudah rasanya hati ini ikhlas, ibaratnya raga dsini tapi pikiran mbolang kemana-mana. Saat perjalanan itu pikiranku selalu membayangkan betapa asiknya teman-teman yang sedang prepare mendaki,pasti disana menyenangkan bisa melihat sunrise, bisa menghirup udara di gunung dan masih banyak lagi pikiran-pikiran yang berkecamuk. Yah maklum sich karena aku suka dengan gunung hehehe
Eh ternyata pikiran jenuhku membayangkan gunung berhenti seketika saat mulai memasuki kota Salatiga. Kota ini berbatasan dengan kabupaten Semarang dan Surakarta. Terletak di lereng timur Gunung Merbabu maka tak heran kalau udaranya sejuk dan jalanannya pun naik turun dan berkelok-kelok. Itulah sebabnya kota itu dapat menarik perhatianku sehingga aku bisa melanjutkan perjalanan ini dengan menikmati detail dari kota itu. Jadi pikiran dan raga bisa jalan sejalur ga mbolang kemana-mana
Di Salatiga kami bertandang ke School of Life Lebah Putih yaitu sekolah yang mengedepankan system pembelajaran berdasarkan inquiry. System ini di wujudkan agar anak terbiasa untuk mengembangkan rasa ingin tahu mereka sehingga bisa muncul kekreatifan anak dan kemandiriannya. Sekolah tersebut hampir tak Nampak kalau ada aktifitas belajar formal seperti di sekolah2 pada umumnya. Begitu masuk kami di sambut dengan hamparan pekarangan yang nampak asri dan hijau. Pekarangan tersebut biasa di gunakan untuk bermain maupun belajar anak-anak. Permainan yang ada pun juga menggunakan bambu, kayu ataupun batu sehingga anak-anak terhindar dari karat karena besi atau kawat.
Walaupun sudah memilih tak mudah rasanya hati ini ikhlas, ibaratnya raga dsini tapi pikiran mbolang kemana-mana. Saat perjalanan itu pikiranku selalu membayangkan betapa asiknya teman-teman yang sedang prepare mendaki,pasti disana menyenangkan bisa melihat sunrise, bisa menghirup udara di gunung dan masih banyak lagi pikiran-pikiran yang berkecamuk. Yah maklum sich karena aku suka dengan gunung hehehe
Eh ternyata pikiran jenuhku membayangkan gunung berhenti seketika saat mulai memasuki kota Salatiga. Kota ini berbatasan dengan kabupaten Semarang dan Surakarta. Terletak di lereng timur Gunung Merbabu maka tak heran kalau udaranya sejuk dan jalanannya pun naik turun dan berkelok-kelok. Itulah sebabnya kota itu dapat menarik perhatianku sehingga aku bisa melanjutkan perjalanan ini dengan menikmati detail dari kota itu. Jadi pikiran dan raga bisa jalan sejalur ga mbolang kemana-mana
Di Salatiga kami bertandang ke School of Life Lebah Putih yaitu sekolah yang mengedepankan system pembelajaran berdasarkan inquiry. System ini di wujudkan agar anak terbiasa untuk mengembangkan rasa ingin tahu mereka sehingga bisa muncul kekreatifan anak dan kemandiriannya. Sekolah tersebut hampir tak Nampak kalau ada aktifitas belajar formal seperti di sekolah2 pada umumnya. Begitu masuk kami di sambut dengan hamparan pekarangan yang nampak asri dan hijau. Pekarangan tersebut biasa di gunakan untuk bermain maupun belajar anak-anak. Permainan yang ada pun juga menggunakan bambu, kayu ataupun batu sehingga anak-anak terhindar dari karat karena besi atau kawat.
Bangunan School of Life Lebah Putih |
Saat ini Lebah Putih membuka kelas untuk TK sampai kelas 4 SD. Karena sekolah ini menggunakan system inquiry tersebut maka di dalam pembelajaran ini anak tidak selalu di beri tapi di biarkan untuk mencari tau sendiri. Semisal pelajarannya mengenai metamorphosis kupu-kupu. Anak-anak di biarkan lepas bebas di hutan kecil di samping sekolah. Di hutan tersebut mereka mencari mana yang namanya kepompong, ulat atau kupu-kupu. Sehingga mereka tidak hanya belajar berdasarkan gambar tapi melihat langsung secara nyata objek yang mereka pelajari.
Kebetulan waktu kami kesana adalah snack time. Setelah ada music petanda peringatan snack time Anak2 berhamburan keluar ke pekarangan yang hanya di alasi tikar. Aku pikir ga ada orang jualan lalu mereka mau makan snack apa atau mungkin dari pihak sekolah sudah menyediakan snack kali ya. Ternyata dugaanku salah mereka di wajibkan membawa snack sendiri dari rumah dan tidak boleh berbahan coklat. Itu mereka wajibkan supaya orang tua mereka juga peduli dengan gizi anak-anaknya dan kenapa tidak boleh coklat karena coklat bisa memberi dampak yang buruk bagi anak-anak missal gigi berlubang ataupun ada yang tidak tawar makan coklat maka lebih baik semua anak dilarang membawa coklat.
Setelah snack time tanpa ada perintah dari kakak pendamping anak-anak langsung pergi ke kelas untuk mengambil sikat gigi beserta odol dan menyikat gigi mereka di pancuran air yang di desain sangat unik yaitu berbentuk pohon bercabang2 yang juga di gunakan untuk tempat wudhu. Ketika itu ada anak yang malas menyikat gigi lalu kakak pendamping menyemangati anak tsb dengan sebuah lagu untuk menyikat gigi, sepenggal lagunya seperti ini “ brush up…brush down…” ternyata dari menyikat gigi sekolah tersebut menggunakan nyanyian yang mudah di ingat oleh anak-anak.Tak hanya menyikat gigi,menghitung pun mereka punya nyanyian sendirian sehingga anak-anak mudah untuk memahaminya serta menyenangkan jika belajar sambil bernyanyi.
Kebetulan waktu kami kesana adalah snack time. Setelah ada music petanda peringatan snack time Anak2 berhamburan keluar ke pekarangan yang hanya di alasi tikar. Aku pikir ga ada orang jualan lalu mereka mau makan snack apa atau mungkin dari pihak sekolah sudah menyediakan snack kali ya. Ternyata dugaanku salah mereka di wajibkan membawa snack sendiri dari rumah dan tidak boleh berbahan coklat. Itu mereka wajibkan supaya orang tua mereka juga peduli dengan gizi anak-anaknya dan kenapa tidak boleh coklat karena coklat bisa memberi dampak yang buruk bagi anak-anak missal gigi berlubang ataupun ada yang tidak tawar makan coklat maka lebih baik semua anak dilarang membawa coklat.
Setelah snack time tanpa ada perintah dari kakak pendamping anak-anak langsung pergi ke kelas untuk mengambil sikat gigi beserta odol dan menyikat gigi mereka di pancuran air yang di desain sangat unik yaitu berbentuk pohon bercabang2 yang juga di gunakan untuk tempat wudhu. Ketika itu ada anak yang malas menyikat gigi lalu kakak pendamping menyemangati anak tsb dengan sebuah lagu untuk menyikat gigi, sepenggal lagunya seperti ini “ brush up…brush down…” ternyata dari menyikat gigi sekolah tersebut menggunakan nyanyian yang mudah di ingat oleh anak-anak.Tak hanya menyikat gigi,menghitung pun mereka punya nyanyian sendirian sehingga anak-anak mudah untuk memahaminya serta menyenangkan jika belajar sambil bernyanyi.
Pancuran air untuk cuci tangan,sikat gigi ataupun wudhu |
Oia di sekolah Lebah Putih ini seorang guru tidk di panggil Pak atau Bu melainkan “Kak” dan hal memberi salam, anak ga hanya mencium tangan kakak pendampingnya tapi kakak pendamping juga menempelkan tangan anak ke pipi mereka. Banyak pro kontra dari orang tua murid karena di anggap tidak sopan tetapi sekolah ini punya alasan menerapkan hal ini yaitu supaya hubungan antara pengajar dan anak menjadi dekat seperti sahabat sehingga dalam proses belajar mengajar anak bisa semakin nyaman. Karena memang tugas pengajar sebenarnya adalah untuk mendampingi anak-anak belajar bukan untuk mendikte atau malah di takuti sehingga anak-anak bisa kreatif, mandiri dan dapat mengeksplore rasa ingin tahunya.
Setelah belajar dan memahami system belajar di School of Life lebah Putih kami beranjak ke Sekolah Alam Qoriyah Toyibah. Letaknya di Desa Kalibening Kecamatan Tingkir Kabupaten Salatiga Jawa Tengah. Kurang lebih 3 km ke arah selatan luar kota, masih berada di lereng gunung juga. Sama dengan Lebah Putih, sekolah ini tak Nampak seperti sekolah formal yang mempunyai sederet ruang kelas , pagar dan plang nama sekolah. Yup inilah sekolah alam Qoriyah Toyibah, sebuah sekolah yang menggunakan alam sebagai sarana untuk belajar. Anak-anak di biarkan belajar di manapun sesuka hatinya. Bisa di sawah, halaman ataupun ruangan. Qoriyah Toyibah di ambil dari bahasa arab yang artinya desa yang berdikari. Jadi sekolah ini pun juga ga lepas dari dukungan masyarakat sekitar. Para siswa di biasakan untuk memahami dan membantu memecahkan masalah dari para warga.
Sekolah ini unik,karena tidak menggunakan kurikulum seperti sekolah2 formal. Siswa di bebaskan membuat kurikulum sendiri sesuai dengan target yang mereka inginkan. Misalnya siswa tersebut ingin belajar menulis maka ia membuat rencana belajar atau kurikulum minggu pertama menulis bab pembuka atau siswa lain misal ingin membuat buletin maka dia membuat rancangan untuk minggu pertama membaca, cari sumber, menulis dll. Jadi intinya kurikulum tiap2 siswa berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan yang mereka butuhkan. Karena kebebasan memilih itulah siswa bisa lebih focus dalam mencari tau ilmu, minat atau bakat yang mereka pilih. Lagi-lagi peranan pengajar di sekolah ini bukanlah semata-mata mengajar tapi mendampingi. Dari ketekunan dan kebebasan yang di berikan, siswa menjadi senang dan nyaman dalam belajar tanpa paksaan. Dan hasilnya sangat membanggakan mereka dapat memproduksi buku, lukisan ataupun film sendiri.
Setelah belajar dari Sekolah Qoriyah Toyibah,jika siswa ingin melanjutkan ke ke jenjang berikutnya dapat mengikuti ujian keseteraan atau kejar paket. Hasil ujiannya pun juga memuaskan, beberapa siswa ada yang melanjutkan ke fakultas kedokteran dan fakultas2 yang lain.
Malam itu ketika kami berada di Qoriyah Toyibah para siswa sedang memamerkan hasil karya mereka di café Merah Putih. Sungguh luar biasa hasil karya mereka, ada lukisan-lukisan yang sengaja di tata rapi oleh pihak café di dinding tembok cafe, buku karya original dari mereka dan tak kalah seru dan menghibur para pengunjung café yaitu lantunan lagu yang mereka nyanyikan. Lagu-lagu yang di nyanyikan beberapa ada yang cipta’an mereka sendiri lho… bayangkan saja di usia mereka yang masih belasan taun sudah bisa membuat hasil karya buku, lagu, lukisan dan lain-lain. Bagaimana denganmu??apa yang sudah kalian hasilkan??
Hmmm… perjalanan ke Salatiga ini bisa di bilang dolan sambil cari ilmu nich… dari 2 sekolah yang kami kunjungi benar-benar membuka wawasanku bahwa belajar itu ga perlu kaku seperti sekolah formal umumnya. Di sekolah formal angka atau nilai menjadi patokan anak itu pintar apa ga tanpa melihat apa yang menjadi kebutuhan anak itu sendiri. Kerap melihat para orang tua memforsir anak dengan berjibun kegiatan les di luar sekolah, para guru yang memberikan PR banyak, semua itu justru akan membuat anak tertekan dan kehilangan masa kecil mereka. Coba bayangkan saja untuk anak kelas 4 ke atas pulang sekolah pukul 1 nanti di lanjutkan les pukul 3 sampai pukul 5 (ini contoh kalau yg di ikuti 1 les aja kalau lebih dari 1???) sampai di rumah masih harus mengerjakan PR dari sekolah. Kapan bisa melakukan hal yang di sukai anak itu sendiri. Andai saja sekolah formal dapat mencontoh sekolah-sekolah alternative ya…..
Setelah belajar dan memahami system belajar di School of Life lebah Putih kami beranjak ke Sekolah Alam Qoriyah Toyibah. Letaknya di Desa Kalibening Kecamatan Tingkir Kabupaten Salatiga Jawa Tengah. Kurang lebih 3 km ke arah selatan luar kota, masih berada di lereng gunung juga. Sama dengan Lebah Putih, sekolah ini tak Nampak seperti sekolah formal yang mempunyai sederet ruang kelas , pagar dan plang nama sekolah. Yup inilah sekolah alam Qoriyah Toyibah, sebuah sekolah yang menggunakan alam sebagai sarana untuk belajar. Anak-anak di biarkan belajar di manapun sesuka hatinya. Bisa di sawah, halaman ataupun ruangan. Qoriyah Toyibah di ambil dari bahasa arab yang artinya desa yang berdikari. Jadi sekolah ini pun juga ga lepas dari dukungan masyarakat sekitar. Para siswa di biasakan untuk memahami dan membantu memecahkan masalah dari para warga.
Sekolah ini unik,karena tidak menggunakan kurikulum seperti sekolah2 formal. Siswa di bebaskan membuat kurikulum sendiri sesuai dengan target yang mereka inginkan. Misalnya siswa tersebut ingin belajar menulis maka ia membuat rencana belajar atau kurikulum minggu pertama menulis bab pembuka atau siswa lain misal ingin membuat buletin maka dia membuat rancangan untuk minggu pertama membaca, cari sumber, menulis dll. Jadi intinya kurikulum tiap2 siswa berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan yang mereka butuhkan. Karena kebebasan memilih itulah siswa bisa lebih focus dalam mencari tau ilmu, minat atau bakat yang mereka pilih. Lagi-lagi peranan pengajar di sekolah ini bukanlah semata-mata mengajar tapi mendampingi. Dari ketekunan dan kebebasan yang di berikan, siswa menjadi senang dan nyaman dalam belajar tanpa paksaan. Dan hasilnya sangat membanggakan mereka dapat memproduksi buku, lukisan ataupun film sendiri.
Setelah belajar dari Sekolah Qoriyah Toyibah,jika siswa ingin melanjutkan ke ke jenjang berikutnya dapat mengikuti ujian keseteraan atau kejar paket. Hasil ujiannya pun juga memuaskan, beberapa siswa ada yang melanjutkan ke fakultas kedokteran dan fakultas2 yang lain.
Malam itu ketika kami berada di Qoriyah Toyibah para siswa sedang memamerkan hasil karya mereka di café Merah Putih. Sungguh luar biasa hasil karya mereka, ada lukisan-lukisan yang sengaja di tata rapi oleh pihak café di dinding tembok cafe, buku karya original dari mereka dan tak kalah seru dan menghibur para pengunjung café yaitu lantunan lagu yang mereka nyanyikan. Lagu-lagu yang di nyanyikan beberapa ada yang cipta’an mereka sendiri lho… bayangkan saja di usia mereka yang masih belasan taun sudah bisa membuat hasil karya buku, lagu, lukisan dan lain-lain. Bagaimana denganmu??apa yang sudah kalian hasilkan??
Hmmm… perjalanan ke Salatiga ini bisa di bilang dolan sambil cari ilmu nich… dari 2 sekolah yang kami kunjungi benar-benar membuka wawasanku bahwa belajar itu ga perlu kaku seperti sekolah formal umumnya. Di sekolah formal angka atau nilai menjadi patokan anak itu pintar apa ga tanpa melihat apa yang menjadi kebutuhan anak itu sendiri. Kerap melihat para orang tua memforsir anak dengan berjibun kegiatan les di luar sekolah, para guru yang memberikan PR banyak, semua itu justru akan membuat anak tertekan dan kehilangan masa kecil mereka. Coba bayangkan saja untuk anak kelas 4 ke atas pulang sekolah pukul 1 nanti di lanjutkan les pukul 3 sampai pukul 5 (ini contoh kalau yg di ikuti 1 les aja kalau lebih dari 1???) sampai di rumah masih harus mengerjakan PR dari sekolah. Kapan bisa melakukan hal yang di sukai anak itu sendiri. Andai saja sekolah formal dapat mencontoh sekolah-sekolah alternative ya…..