5 jam motoran menerjang kemacetan dari
Surabaya ke Batu akhirnya selesai juga. Di parkiran wisata Panderman, Desa Pesanggrahan
kami berdelapan (6 lelaki 2 perempuan) menitipkan 6 motor kami. Pukul 12.15
dini hari setelah menyelesaikan perijinan mendaki Gunung Panderman di Pos 1, kami mulai
melangkahkan kaki. Cukup membayar Rp 7.000 per orang untuk restribusinya. Jalanan
masih beraspal dan lama kelaman mulai pavingan. Setengah jam berjalan dari pos 1
kami menemui sumber air. Dan disitulah sumber air terakhir yang kami temui
sampai menuju puncak. Jadi cek dan isi persediaan air ya. Perjalanan berlanjut
sampai menemukan pertigaan. Jika ke kanan menuju pendakian Gunung Buthak sedangkan
kami mengambil jalur kiri menuju Panderman. Di Panderman petunjuk jalannya
jelas dan terawat jadi jangan khawatir kesasar hehehe.
Pukul 01.50 kami tiba di
Latar Ombo. Lahan luas dan datar yang cocok untuk mendirikan tenda. Tapi niat
kami ingin mendirikan tenda di puncak jadi disini sekedar istirahat sebentar
membuka bekal snack untuk menambah stamina. Mulai dari sini kerlap kerlip kota
Batu Nampak indah mengiringi perjalanan kami.
Latar Ombo 1600mdpl |
Perjalanan kami lanjutkan sampai tiba di
Watu Gede pukul 02.50. Kami sempat terkecoh 2x karena menemukan bongkahan batu
besar-besar yang kami kira Watu Gede. Dinamakan Watu Gede karena di lahan luas
ini terdapat batu-batu besar dan anginnya benar-benar kencang. Nah setelah dari
Watu Gede inilah tantangan baru akan dimulai. Tanjakan demi tanjakan menguras
tenaga akan sering dijumpai. Awalnya saya anggap Panderman adalah gunung yang
pendek puncaknya dengan pendakian santai. Tapi ternyata selama 1,5 jam kami
bermain-main dengan tanjakan-tanjakan tersebut.
Watu Gede 1730mdpl |
Pukul 04.30 kami tiba di puncak. Mentari
pun mulai menyapa kami. Kami lantas mendirikan tenda, ada yang langsung
menyantap bekal nasi bungkus, dan ada pula yang menyalakan portable kompor
untuk segera membuat minuman hangat. Kondisi kami sudah banyak yang drop. Ketika
tenda berhasil didirikan bersegeralah kami masuk tenda untuk menghangatkan
diri. Lelah dan dingin yang tak bisa kami bendung sehingga melewatkan momen
sunrise.
“Ga sunrise2an penting pindah turu nang puncak”
begitu celoteh teman-teman karena saking capeknya menempuh perjalanan panjang mulai macet 5 jam bermotoran dan langsung mendaki 4 jam 15 menit.
Full team |
Sebelum masuk tenda, kami makan nasi
bungkus tapi beberapa dari kami menyisihkan
nasi untuk sarapan ketika bangun tidur. Dengan santai aku mencantolkan
bungkusan nasiku di dahan pohon depan tenda. Saat sudah di dalam tenda
teman-teman pada ribut diluar. Ternyata monyet-monyet mendatangi area tenda
kami dan luputlah nasi-nasi yang ada diluar tenda. Jadi jika sudah sampai di
puncak segera amankan segala bentuk benda yang bisa diambil oleh si monyet :D. Diatas puncak pasti akan menemukan banyak monyet. Bisa dibilang puncak bedhes :D
Mengendap2 |
Pukul 08.30 aku mulai memberanikan diri
keluar tenda menembus dinginnya udara. Wow pemandangan sekitar puncak emang
aduhai. Sayang sekali saat mentari muncul tak bisa menikmatinya. Lalu aku menghampiri
teman yang ada di tenda satunya. Mereka sedang memindahkan tenda dikarenakan puncak
Basundara akan digunakan oleh 270an pasukan doreng-doreng untuk ceremony.
Setelah puas menikmati karyaNya dan mengabadikan
foto si monyet serta tak ketinggalan beberapa kali narsis, kami mulai berkemas.
Tepat pukul 12.30 pm kami mulai menuruni Gunung Panderman dengan puncaknya Basundara
2045 mdpl. Perjalanan ternyata lebih susah saat turun. Turunan curam dan
beberapa kali harus merangkak dan ngesot. Dengkul serasa bergetar. Dan jempol
dan jari kaki yang lain sudah tak bisa diajak kompromi rasanya. Sepatuku baru
dan terasa atos dipakai alhasil jalan seperti nenek tua dengan tongkat, jalan
pelan-pelan sambil meringis menahan sakitnya kaki. Hujan pun menambah deritaku
untuk menuruni gunung yang tinggal 15 menitan tiba di warung dekat sumber air. Jalanan
makin licin. Langkah kaki makin pendek. Buset
dah komat kamit mohon kekuatan kaki. Pukul 16.00 tepat kami tiba di warung. Langsung
copot sepatu dan menyeruput teh hangat. Wah sedaappp…
Setelah istirahat sejenak melepas penat
saatnya melanjutkan touring menuju Surabaya. Kami harus menantang ngantuk
supaya enyah karena perjalanan kami masih jauh. Beberapa kali aku dibonceng dan
tertidur begitu pula Agus yang bonceng aku juga berhenti untuk mengebulkan asap
rokoknya guna mengusir ngantuk.
Pilgrimage dari Surabaya menuju gunung
Panderman dan kembali lagi ke Surabaya telah usai. Saatnya kembali ke rutinitas
sehari-hari dengan harapan tubuh makin sehat dan jiwa makin semangat.
NB: Foto diambil saat perjalanan turun.